Kamis, 16 Mei 2024

Breaking News

  • Kemenkumham Riau Gelar Eazy Passport dan Sosialisasi E-Passpor di PT. RAPP Pelalawan   ●   
  • Tersangka RR Kakanwil Bea Cukai Riau Mem-backing Penyelundupan Impor   ●   
  • JAM-Pidsus Memeriksa 2 Orang Tersangka dan 11 Istri Tersangka Sebagai Saksi Perkara Komoditas Timah   ●   
  • Kejari Jakarta Timur Menerima Penyerahan Tersangka dan Barang Bukti Dari JAM-Pidsus Kejagung RI   ●   
  • Kejati Riau Menahan Kadis Pendidikan Riau Dugaan Tipikor Pengelolaan Anggaran Sekretariat DPRD Prov Riau   ●   
Kemudahan Mendapatkan Kartu Pers, Diduga Pemicu Aktivitas "Wartawan Abal-Abal''
Sabtu 25 November 2023, 13:42 WIB
Foto: Direktur Utama LPW PJC, Drs. Wahyudi El Panggabean, M.H

Jetsiber.com - PEKANBARU - Direktur Utama, Lembaga Pendidikan Wartawan, Pekanbaru Journalist Center (PJC), Drs. Wahyudi El Panggabean, M.H., meminta segenap pemimpin redaksi media berita di tanah air agar berhati-hati mengeluarkan "kartu pers".


"Sebab, pemberian 'kartu pers' atau KTA (Kartu Tanda Anggota)  bagi yang belum pernah menjalani pendidikan wartawan, adalah tindakan berbahaya," kata Wahyudi di Pekanbaru, Jumat (24/11/) siang.

Menurut pengamatannya, salah satu pemicu maraknya aktivitas wartawan "abal-abal" di tanah air, justru kemudahan beroleh KTA ini.

Merupakan hal yang mustahil, jelasnya, seorang yang tidak paham dengan kode etik jurnalistik misalnya, bisa menjalankan profesi wartawan secara profesional.

"Padahal, profesiomalisme merupakan syarat dasar menjalankan profesi wartawan sebagaimana diamanahi Pasal 2 Kode Etik Jurnalistik Indonesia," kata penulis buku-buku jurnalistik itu.

Maraknya aktivitas jurnalis kontra-profesional ini jelasnya, menjadi peluang massif terjadinya konflik di tengah masyarakat.

Publik yang seyogianya berharap banyak kepada pers sebagai penyaji informasi kebenaran, lanjutnya, dengan aktivitas wartawan abal-abal ini,  justru jadi masalah baru bagi masyarakat.

"Yah, seharusnya wartawan 'kan memburu informasi dengan 'senjata' yang dipunyainya. Tetapi jika dia tidak paham menggunakan 'senjata'-nya,  bisa-bisa dia 'menembak' narasumbernya," katanya.

"Yang pasti, konsekuensi dari penyimpangan ini akan merugikan publik," ungkap Wahyudi.

Segala upaya  meningkatkan kompetensi dan profesiinalisme pun, demikian Wahyudi, dinilai akan percuma, jika arus deras yang menjadi sumber wartawan abal-abal ini tidak segera  dibendung.

"Kita cermati data eskalasi jumlah wartawan tanah air  sudah di atas angka 140 ribu. Dengan pertambahan angka ribuan setiap tahun," kata Wahyudi.

Berharap dengan program Uji Kompetensi Wartawan (UKW) dinilai pesimistis, jika arus deras lahirnya "wartawan karbitan" ini tidak diantisipasi.

"UKW itu 'kan, bersifat menguji. Bukan melatih. Itupun sangat tidak sebanding antara yang sudah lulus UKW (sekitar 20 ribu - red) dengan pertambahan wartawan baru," katanya.

Wahyudi lantas mengajukan dua akternatif. Kesatu, setiap pemimpin redaksi perlu mempertimbangkan dengan cermat sebelum menerbitkan kartu pers atau KTA.

"Paling tidak, calon wartawan dia bisa lebih dulu menunjukkan sertifikat pelatihan jurnalistik. Atau diuji menulis berita," tegas Wahyudi.

Kedua, lanjut Wahyudi  bagi pihak-pihak  yang terlanjur "memegang" kartu pers, harus segera  mengikuti pelatihan jurnalistik agar paham ilmu jurnalistik.

"Minimal pendidikan jurnalistik tingkat  dasar," katanya.




Editor : TR
Kategori : Lifestyle
Untuk saran dan pemberian informasi kepada Redaksi JETSIBER.COM,
silakan kontak ke email: redaksi.jetsiber@gmail.com


Komentar Anda
Berita Terkait
 
 



Scroll to top