
Jetsiber.com | Rohul – Dunia akademik kembali dirundung kontroversi setelah Purwantoro, SE., M.Si., PhD, seorang dosen tetap Universitas Pasir Pengaraian (UPP), menggugat Rektor UPP ke Pengadilan Negeri Pasir Pengaraian, Jumat (21/03/2025). Gugatan dengan nomor perkara 14/Pdt.G/2025/PN.Prp ini diajukan atas keputusan skorsing satu tahun yang dijatuhkan tanpa proses klarifikasi yang transparan.
Purwantoro merasa dirugikan oleh Surat Keputusan Nomor 0249/SK/UPP/II/2025, yang menurutnya dibuat secara sepihak dan bertentangan dengan prinsip keadilan akademik. Kuasa hukumnya, Dr. Parlindungan, SH, MH, CLA, dari Kantor Hukum Parlindungan & Rekan, menegaskan bahwa kliennya tidak diberi kesempatan untuk membela diri sebelum sanksi dijatuhkan.
"Seorang dosen yang berdedikasi seharusnya mendapat penghargaan, bukan dihukum tanpa alasan yang jelas. Klien kami bahkan menempuh pendidikan S3 dengan biaya sendiri tanpa dukungan universitas, tetapi justru mendapat perlakuan seperti ini," ujar Dr. Parlindungan.
Keputusan skorsing ini berdampak serius pada hak-hak Purwantoro sebagai dosen tetap. Selama skorsing, ia kehilangan gaji, tunjangan hari raya (THR), serta hak akademiknya dalam menjalankan Tridharma Perguruan Tinggi. Padahal, ia memiliki tanggungan keluarga yang bergantung pada penghasilannya.
Sebelum mengajukan gugatan, Purwantoro telah mencoba menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan dengan mengirim surat kepada Rektor UPP, namun tidak mendapat tanggapan. Ia juga telah mengadu ke Menteri Sains dan Teknologi, Komisi X DPR RI, serta Bupati dan Wakil Bupati Rokan Hulu, berharap mendapatkan perlindungan hukum sebagai dosen tetap.
Menurut Dr. Parlindungan, kasus ini bisa menjadi preseden buruk bagi dunia akademik Indonesia. "Jika kampus, yang seharusnya menjadi benteng keadilan dan kebebasan akademik, justru bertindak sewenang-wenang, bagaimana masa depan para pendidik dan mahasiswa di negeri ini?" tegasnya.
Melalui gugatan ini, Purwantoro berharap hak-haknya sebagai dosen tetap dapat dipulihkan, serta membuka mata dunia akademik agar praktik ketidakadilan semacam ini tidak terulang.
"Kampus adalah tempat membangun ilmu dan keadilan. Jika tenaga pendidiknya saja dikriminalisasi, bagaimana bisa kita mengajarkan keadilan kepada mahasiswa dan masyarakat?" pungkas Dr. Parlindungan.(TS)
Editor | : | Redaksi |
Kategori | : | Nasional |
silakan kontak ke email: [email protected]



01
02
03
04
05

